Saturday, August 30, 2008

Implementasi Sistem dan Pernikahan

Banyak orang yang kasih nasehat tentang pernikahan belakangan ini. Itu karena umur sekarang sudah mencapai hitungan yang pas untuk menikah :) Ada satu nasehat dari salah satu paman gw yang disampein bibi gw ke gw. Begini,

Kalau menikah, kita harus 50:50. 50 dari suami, 50 dari istri. Kalau tidak begitu, pernikahan kita susah untuk langgeng.

Maksudnya, kita gak bisa membawa 100% kemauan kita dalam berkeluarga. Tapi kita harus menegosiasikan kemauan pasangan kita, dan pasangan kita juga harus menegosiasikan kemauan kita (fifty - fifty). Tujuanya adalah agar terjalin keluarga yang baik.

Namun tentunya, kemauan tadi diterima dan ditolak juga didasari oleh prinsip berekeluarga yang benar. Dalam kasus gw, karena gw muslim, prinsip yang mendasari adalah prinsip Islam.

Jadi, kesimpulannya, kedua pasangan (suami dan istri) harus memiliki tujuan yang sama, yaitu membina keluarga yang baik. Dengan membela tujuan itu, masing-masing harus mengorbankan sebagian keinginannya.

Begitulah kira-kira yang gw pahamin dari pernikahan.

Mari kita sekarang bahas tentang implementasi sistem informasi. Implementasi sistem informasi ditujukan agar proses kerja dapat berjalan dengan lebih efisien dan efektif. Selain itu, bertujuan agar internal control menjadi lebih efisien.

Lalu, apa kaitanya dengan bahasan tentang nikah?

Kaitanya ada di konsep 50:50 tadi. Konsultan harus melihat kebutuhan customer akan sistem informasi. Lalu membuat sistem informasi yang tepat, sehingga tujuan di atas bisa tercapai. Di sisi lain, customer juga perlu menyesuaikan cara kerja mereka dengan cara kerja baru dengan bantuan sistem informasi. Bahasan ini rincinya bisa dipelajari di subject change management. Gw belum sempet belajar banyak, baru nanya-nanya ke Mbak Tiko aja waktu perjalanan ke Kerawang :)

Masalah yang sering terjadi disebabkan dari dua sisi. Pertama dari sisi konsultan. Konsultan tidak melakukan requirment gathering dengan tepat. Seringnya masih terpaku pada keinginan customer, bukan kebutuhan. Prinsip yang harus dipahami adalah, konsultan IT (seharusnya) lebih paham tentang sistem informasi dari customer. Jadi seharusnya, konsultan-lah yang menggali kebutuhan customer akan sistem informasi agar tujuannya bisa tercapai. Gw baru simpulkan ini setelah proyek BPMIGAS kemarin.

Permasalahan kedua adalah dari sisi customer. Mereka tidak mau mengubah cara mereka bekerja, dan tidak ingin mempelajari sesuatu yang baru. Ini masalah besar. Karena, sehebat apapun sistem informasi, akan sulit sekali diimplementasikan jika customer tidak ingin menyesuaikan cara kerja mereka. Di sinilah change management berperan. Jadi gw harus belajar change management nih :)

Namun ada alasan lain mengapa mereka tidak mau mengubah cara kerja mereka dan mempelajari sistem yang baru. Masalahnya di sistemnya itu sendiri. Kadang, sistem yang kualitasnya masih buruk sudah direlease ke customer. Pada akhirnya bermunculan-lah error-error yang tidak bijaksana :D. Kalo masalah ini, solusinya di proses quality control-nya. Nah masalah QC ini adalah masalah terbaru yang kami sadari.

Dalam dunia bisnis, inti dari semua proses adalah profit. Mengerjakan pekerjaan secara efisien dan efektif akan bermuara kepada peningkatan profit. Internal control yang baik, akan bermuara kepada bersihnya perusahaan dari praktek yang aneh-aneh, dan akhirnya bermuara pada peningkatan profit juga.

Kesimpulanya jika ingin implementasi sistem informasi berjalan baik, maka dari sisi konsultan dan customer harus sama-sama fokus pada tujuan. Konsultan mengerjakan keinginan yang juga kebutuhan customer, dan customer menerima hasil kerja yang dibutuhkan tapi tidak mereka inginkan. Dengan demikian ceritanya akan berakhir dengan hapily ever after....:)

Lagi stres ngerjain payroll process. Jadi nulis ginian dulu.